Pada era digital sekarang ini, kita semakin merasakan perkembangan teknologi informasi dan internet yang semakin canggih. Perubahan ini tentunya dapat berpengaruh positif pada proses sehari-hari. Seperti pada digitalisasi layanan perbankan dan asuransi yang merupakan faktor kunci dalam mengatasi persaingan di lapangan.

Daya saing usaha sekarang ini ditentukan dari inovasi yang dapat memudahkan pelanggan. Intinya tetap pada customer-centric, namun harus dapat mendorong pada tujuan bisnis. Efisiensi juga dapat di peroleh cukup tinggi degan digitalisasi layanan perbankan dan asuransi.

Akses Internet Mobile Alasan Utama untuk Melakukan Digitalisasi Layanan Perbankan dan Asuransi

Dengan aplikasi fintech, pihak perbankan dapat semakin mengurangi unit ATM mereka. Dengan mengurangi unit ATM, berarti biaya operasional ATM akan berkurang. Disamping itu, ratusan juta pengguna internet di Indonesia lebih banyak melakukan akses internet melalui smartphone mereka.

Transformasi digital akan membawa layanan perbankan dan asuransi semakin mudah di akses oleh banyak orang hingga pelosok negeri. Dan ada peluang yang sangat menarik melalui digitalisasi layanan perbankan ini. Seperti dengan memungut biaya per transaksi antara Rp. 1000 hingga Rp. 5000 maka pihak perbankan dapat mulai melupakan aktivitas pinjam meminjam mereka.

Anda dapat bayangkan, seperti Bank Central Asia yang memiliki puluhan juta nasabah. Jika pihak BCA mau menarik Rp. 1000 saja per transaksi, maka setiap hari bank tersebut kan menerima penghasilan sekitar Rp. 10 milyar, dan sebulan Rp. 300 milyar.

Sedangkan untuk perusahaan asuransi, manfaat digitalisasi layanan akan berupa pengendalian resiko. Penyelenggara asuransi kesehatan dapat memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) yang dapat dipakai oleh para nasabah. Dengan perangkat IoT yang dapat dipakai konsumen, pihak asuransi lebih dapat mengurangi faktor resiko kesehatan para nasabah.

Digitalisasi layanan perbankan dan asuransi sudah mulai dilakukan oleh beberapa perusahaan besar di Indonesia. Masyarakat Indonesia akan semakin merasakan kemudahan bertransaksi dan mengakses informasi asuransi serta kemudahan dalam membeli polis asuransi.

Peluang yang tersedia pada digitalisasi layanan perbankan juga cukup luas. Selain untuk transaksi kirim dan terima uang, juga untuk pembayaran dan pembelian saham di Bursa Efek Indonesia (BEI/IDX).

Membangun negara dengan sukuk adalah lebih baik ketimbang harus berhutang ke luar negeri. Digitalisasi layanan perbankan dapat membantu mendorong masyarakat dalam ber investasi pada negara yang kita cintai ini. Tentunya hal tersebut diatas memerlukan infrastruktur teknologi informasi yang solid.

Penyiapan ekosistem digital perlu dilakukan

Kekuatan infrastruktur teknologi informasi merupakan hal yang wajib dilakukan untuk dapat mengadopsi perubahan pada era digital ini. Transformasi digital merupakan serangkaian upaya untuk mengeluarkan inovasi-inovasi terbaru. Dalam hal digitalisasi layanan perbankan, transformasi digital berarti membuat aplikasi mobile untuk transaksi dan informasi (fntech), dengan mengeluarkan fitur-fitur baru yang berkualitas. Sedangkan untuk perusahaan asuransi, transformasi digital dapat berupa aplikasi mobile yang memudahkan calon pelanggan membeli polis asuransi dan melakukan pembayaran serta melihat informasi akun mereka.

Ekosistem digital pada digitalisasi layanan perbankan dan asuransi akan terintegrasi satu sama lain. Sehingga kondisi win-win solution dapat terpenuhi. Bank dapat menjual polis asuransi dan pihak asuransi dapat menerima pembayaran cukup dengan aplikasi yang terhubung dengan bank.

Metode kerja DevOps merupakan hal yang wajib ada pada ekosistem digital untuk digitalisasi layanan perbankan dan asuransi. Dengan menggunakan kontainerisasi, pengujian fitur-fitur baru dapat dilakukan pada lingkungan sistem operasional yang sedang berjalan. Ketika terjadi kesalahan kode, kontainer (Docker) dapat melakukan isolasi pada cluster pengujian tersebut. Hal ini tidak akan menyebabkan downtime yang dapat mengganggu aktivitas operasional sehari-hari.

Dengan implementasi DevOps, para pengembang dapat lebih leluasa dalam melakukan inovasi dan pihak operasional akan terbebas dari kekhawatiran downtime. Keamanan dapat di tingkatkan dengan konsep “zero trust network” melalui ekosistem digital yang menggunakan pola kerja DevOps.

Selain itu, fasilitas disaster recovery center (DRC/data center cadangan) yang berada diluar lokasi kantor perusahaan harus ada. Sebab, seperti contoh pada beberapa bank di luar negeri, tidak ada yang kebal dari downtime.

Secara umum, pihak perbankan mampu mengadakan fasilitas data center cadangan mereka sendiri. Namun pada kenyataannya, downtime masih saja terjadi bahkan bukan dalam hitungan jam akan tetapi dalam hitungan harian. Ini merupakan studi menarik yang dapat kita ambil sebagai pelajaran berharga.

Situs Data Center Cadangan Untuk Mendukung Transformasi Digital

Situs data center untuk disaster recovery, sebetulnya wajib memiliki jaminan layanan diatas 99%. Ini berarti disaster recovery center harus memiliki standard TIER III dari The Uptime Institute. Pihak perbankan tidak bisa asal mendirikan sebuah data center untuk DRC tanpa mengetahui kemampuan dalam menyediakan akses. Seluruh beban kerja penting dan faktor redundansi harus di diperhitungkan secara akurat.

Serangan cyber semakin meningkat pada sektor jasa keuangan. Perusahaan harus memiliki strategi pencegahan dan rencana pengalihan operasional ke data center cadangan. Serangan cyber semakin variatif dengan mengkombinasikan beberapa jenis serangan. Seperti pada serangan DDoS mirai bot-net yang di barengi dengan penyusupan malware jenis ransomware. Hal ini dapat menguras biaya bandwidth dan menghentikan layanan perbankan.

Virus ransomware dapat berasal dari perangkat para pengguna, oleh karena itu sistem deteksi dini untuk serangan cyber harus di tempatkan di beberapa pintu masuk. Ransomware dapat merubah digital-signature tiap beberpa detik. Jika teknologi pencadangan anda tidak memiliki deteksi terhadap perilaku tersebut, maka ketika admin IT melakukan fail-back (pemulihan ke sistem utama) maka ransomware ataupun malware lainnya masih dapat menjangkiti infrastruktur IT anda.

Dalam hal ini, anda dapat mengandalkan layanan disaster recovery as a service (DRaaS) yang menggunakan teknologi terkini. Tidak semua layanan DRaaS menggunakan teknologi yang sama, anda perlu mencari tau teknologi yang mereka gunakan apakah dapat mengenali perilaku serangan, tingkat ketersediaan layanan (SLA), infrastruktur data center yang mereka gunakan, dan seberapa cepat fail-over ataupun fail-back dapat dilakukan.

Umumnya, fail-over atau fail-back dapat dilakukan dalam waktu 15 menit hingga maksimal 2 jam. Dan file yang anda dapatkan merupakan file yang bersih dari serangan malware. Ini dapat meningkatkan efektivitas strategi keamanan cyber dan pemulihan bencana anda. Tanpa teknologi yang tepat, tentunya penyelesaian masalah dapat dikatakan akan seperti ‘tambal-sulam‘ dan hanya menambah hutang pekerjaan teknis.

Kesimpulan:

Digitalisasi layanan perbankan dan asuransi sangat penting untuk dilakukan. Kompetisi dunia usaha selalu dibayang-bayangi perusahaan baru yang menggunakan teknologi digital. Ekosistem digital perlu di tunjang oleh berbagai hal seperti metode DevOps, Hybrid Data Center dengan menggunakan sarana data center cadangan dari pihak ketiga yang memiliki standar infrastruktur dan teknologi yang lebih kuat. Tanpa hal tersebut, digitalisasi layanan perbankan dan asuransi berpotensi dapat menimbulkan masalah.

Persiapkan strategi digitalisasi layanan perbankan dan asuransi mulai dari sekarang ini untuk menyambut era teknologi blockchain yang membuka peluang lebih besar, namun dapat mematikan usaha yang tidak mau mengadopsi perubahan tersebut.

Pin It on Pinterest

Share This