Baru-baru ini penggunaan energi terbarukan semakin menjadi isu di Amerika Serikat terutama oleh beberapa penyedia data center terbesar dimana sebelumnya minat pasar pada layanan colocation server yang menggunakan energi bersih kurang berkembang. Sementara publisitas yang baik dan janji penghematan biaya energi kadang belum cukup menjadi alasan yang baik untuk perusahaan seperti Google untuk melakukan kontrak pembelian energi terbarukan puluhan juta dolar bagi data center mereka, dimana google menyediakan berbagai layanan data center untuk banyak pengguna yang bekerja dengan satu set pertimbangan yang sangat berbeda. Seharusnya hal tersebut masuk akal bisnis bagi mereka.

Energi Terbarukan Dapat Merubah Pasar Data Center

Energi Terbarukan Semakin Masuk Akal untuk Bisnis Data Center

Kabar baiknya adalah bahwa energi terbarukan untuk layanan data center lebih masuk akal bagi bisnis sekarang ini daripada sebelumnya, dan itu karena dua alasan.

Alasan pertama adalah bahwa semakin banyak pelanggan mereka memiliki tujuan keberlanjutan untuk mereka sendiri, dan pelanggan semakin mengakui bahwa data center sebagai bagian penting dari operasi mereka yang akan terlihat lebih menguntungkan secara strategis jika outsourcing data center mereka dapat menggunakan energi terbarukan.

Sebuah survei terbaru dari konsumen retial colocation dan konsumen data center, menemukan bahwa 70 persen pengguna saat ini mempertimbangkan isu-isu keberlanjutan ketika memilih penyedia data center. Sekitar sepertiga dari responden mnyatakan hal itu sangat penting bagi penyedia fasilitas data center yang mereka pilih jika menggunakan energi terbarukan, dan 15 persen lagi menyatakan lebih penting.

Sebagian besar responden menyatakan minat mereka pada data center yang didukung oleh energi terbarukan akan meningkat selama lima tahun ke depan. Lebih dari 60 persen memiliki kebijakan keberlanjutan secara resmi, sementara 25 persen mempertimbangkan mengembangkan dalam 18 bulan ke depan.

Alasan kedua adalah biaya. Setidaknya di pasar data center, energi terbarukan semakin memiliki kompetisi harga terhadap energi bahan bakar fosil yang fluktuatif. Selain itu, operator data center sering mengamankan perjanjian pembelian listrik jangka panjang dengan pembangkin listrik tenaga angin atau dengan pembangkit listrik tenaga surya dengan harga yang terkunci selama durasi kontrak, melindungi diri dari volatilitas pasar energi selama bertahun-tahun.

Pelanggan Dorong Akamai Merubah Sumber Energi

Akamai Technologies, operator terbesar CDN – jaringan pengiriman konten di dunia, adalah contoh yang baik dari pelanggan global utama dari layanan data center yang kini aktif mencoba untuk mencari tahu bagaimana untuk mendapatkan pasokan energi terbarukan, yang meliputi banyak colocation data center di 130 negara.

Sampai saat ini, strategi keberlanjutan Akamai mengandalkan pada peningkatan efisiensi energi. Efisiensi lebih mudah “dijual” secara internal, karena bisnis lebih untuk jika dapat lebih efisien.

Lindung nilai terhadap volatilitas harga melalui kontrak pasokan energi terbarukan jangka panjang tidak banyak berpengaruh pada Akamai. Sementara jaringan mereka terdiri dari sekitar 200.000 server yang tersebar luas di beberapa colocation center. Pengenaan biaya yang didasarkan pada kapasitas daya dan bukan jumlah energi yang digunakan pada penyedia data center membuat Akamai seakan tidak terkena dampak perubahan harga energi.

Menanggapi masukkan para pelanggan, Akamai melihat persentase kenaikan minat pelanggan dan juga minat investor dalam menggunakan layanan yang didukung oleh energi terbarukan. Pelanggan ingin Akamai dapat membantu mereka memenuhi tujuan kebijakan penggunaan energi terbarukan, dan perusahaan memutuskan untuk menjauh dari persaingan dan membuat energi terbarukan sebagai fitur layanan dan pembeda, yang merupakan tujuan jangka panjang dimana hal ini lebih mudah bagi manajemen.

Dan beberapa bulan yang lalu, akhirnya Akamai mengumumkan perubahan strategi, menetapkan tujuan untuk sumber daya listrik setidaknya untuk setengah dari infrastruktur mereka dengan energi terbarukan dalam empat tahun kedepan.

Empat tahun mungkin tampak seperti waktu yang lama, tapi mengingat bahwa energi terbarukan sebagai produk yang layak namun banyak tidak tersedia dari sebagian besar utilitas, apalagi dari sebagian besar penyedia data center, empat tahun bukanlah waktu yang lama. Google menghabiskan bertahun-tahun mendorong Duke Energy, utilitas terbesar di AS, untuk menambahkan produk energi terbarukan sebagi portofolio dan membuat tarif khusus untuk itu sehingga raksasa internet tersebut dapt mengklaim telah menggunakan energi terbarukan untuk listrik pusat data mereka di North Carolina.

Mengamankan energi terbarukan yang cukup untuk setiap operasi data center yang cukup besar tampaknya hampir selalu memerlukan proser berlarut-larut dan proses negosiasi yang mahal dengan utilitas dan regulator dalam merancang solusinya.

Tantangan Pasar Data Center dalam Era Energi Terbarukan

Selain kurangnya kerangka regulasi dan bisnis untuk skala besar pembelian energi terbarukan oleh pengguna akhir yang memiliki kebutuhan besar seperti operator data center, ada banyak masalah internal di perusahaan colocation yang membuatnya pelanggan lbih sulit untuk memiliki kontrol yang ketat dari jenis dan jumlah energi yang mereka gunakan pada fasilitas mereka.

Sebagai pelanggan sadar energi, anda harus memiliki data yang baik pada seberapa banyak energi yang anda gunakan dalam fasilitas colocation, tetapi ada banyak colocation data center yang tidak diinstrumentasi untuk memberikan data itu. Ini adalah praktek umum di industri colocation untuk memberikan biaya pada pelanggan berdasarkan kapasitas daya yang mereka gunakan (biaya per kW) daripada jumlah energi yang mereka gunakan (biaya per kW-jam).

Oleh karena itu, kedepannya para penyedia fasilitas data center yang menawarkan jasa colocation server akan lebih dituntut untuk penerapan biaya listrik berdasarkan penggunaan. Hal ini jelas akan merubah pasar data center dimasa depan.

Untuk di Indonesia, hal ini bukan tidak mungkin. Sebagai mana baru-baru ini termasuk Greenpeace sebuah organisasi yang sangat peduli pada lingkungan semakin gencar mengkampanyekan penggunaan energi terbarukan. Baik menggunakan tenaga angin ataupun solar panel, hal ini menguatkan trend perubahan pasar pada data center di masa depan.

Setidaknya, data center besar di Indonesia juga harus mulai menerapkan sedikit demi sedikit penggunaan energi terbarukan untuk mempersiapkan diri saat datangnya era penggunaan energi terbarukan secara masiv. Dan pengukuran penggunaan listrik per rack serta per unit juga ada baiknya disiapkan dari sekarang.

Era on Demand

Saat ini kita telah memasuki era “on demand” dimana seluruh layanan berbasis teknologi dari infratruktur sampai lisensi software dapat di sewa sesuai kebutuhan. Termasuk penggunaan listrik pada bisnis colocation server, kedepannya juga terdapat trend “on demand” alias bayar sesuai yang digunakan.

Pendekatan on demand ini telah merubah pasar data center setidaknya dua tahun belakangan ini. Pelanggan dapat berhemat, dan penyedia dapat lebih mengukur bisnis mereka. Teknik virtualisasi merupakan faktor dasar dalam era industri “on-demand”

Dengan segala sesuatunya lebih cost-effective dan lebih efisien maka diharapkan dapat membawa pada kondisi yang lebih baik secara global. Baik pada lingkungan, keberlanjutan hidup, ekonomi dan keuangan. Minyak merupakan sesuatu yang direbutkan selama ini, banyak perang terjadi hanya demi memperebutkan minyak.

Oleh karena itu, kita sebaiknya mendukung para data center lokal yang di-operasikan oleh tenaga profesional lokal yang lebih memiliki tanggung jawab moril terhadap keberlanjutan masa depan yang luas.

Pin It on Pinterest

Share This